Senin, 23 September 2013

Berita Minggu Ini

 Suporter desak PSIS bentuk manajemen baru

Andik Sismanto / Sindonews.com 
Kamis,  19 September 2013  −  16:03 WIB
Suporter desak PSIS bentuk manajemen baru
Suporter PSIS Semarang jengah dengan manajemen lama/Koran Sindo
Sindonews.com - Kelompok Suporter fanatik PSIS Semarang Panser Biru dan Snex tak sabar dengan kelambanan manajemen. Mereka mendesak pengurus harian untuk segera membentuk manajamen baru untuk mempersiapkan tim PSIS untuk menghadapi kompetisi Divisi Utama Liga Indonesia musim depan.

Desakan untuk segera membentuk manajemen mengingat waktu kompetisi hanya menyisakan waktu kurang dari empat bulan, jika kompetisi dilaksanakan pada bulan Januari 2014. Para suporter berharap, jika memang saat ini sudah ada beberapa calon yang siap masuk dan siap menangani PSIS pengurus harian tidak perlu ragu untuk segera menindak lanjuti.
Sebagaimana diketahui, sejumlah nama sudah santer dikabarkan bakal mengisi pos Manajemen PSIS musim depan, salah satu yang terus terdengar adalah kembalinya duet Yoyok Sukawi dengan Setyo Agung Nugroho. Kedua sosok ini sudah tidak perlu diragukan lagi pengalamnnya dalam menanangi PSIS Semarang.

Ketika ditangani keduanya, pada musim 2006, PSIS mampu menjadi salah satu tim besar yang disegani di Indonesia. Prestasi PSIS terbaik adalah ketika menjadi runner-up Liga Indonesia.
Ketua Umum Panser Biru Mario Baskoro menyatakan, jika ingin promosi ke Indonesia Super League (ISL) persiapan Mahesa Jenar -julukan PSIS- kali ini harus lebih matang, dibandingkan persiapan musim lalu yang hanya satu bulan.

"Kami berharap pengurus segera merealisasikan pembentukan manajemen baru, sehingga persiapan tim bisa semakin matang," katanya.

Mario menilai, persiapan untuk membentuk tim yang matang dan benar-benar berkualitas, paling tidak sudah dilakukan empat bulan sebelum kompetisi dimulai sehingga tim benar-benar matang, dan mampu bersaing dengan tim lain.

Tim PSIS musim depan yang diidam-idamkan para suporter adalah tim yang memang disiapkan untuk mengikuti kompetisi sepak bola tertinggi di Indonesia."Kalau kemarin kan timnya masih kelas Divisi Utama, kami berharap untuk musim depan, tim yang disiapkan bukan lagi kelas Divisi Utama tetapi sudah kelas ISL, sehingga tidak akan kesulitan untuk Promosi," katanya.

Selain tim yang benar-benar tangguh, persoalan pelatih menurut Mario juga perlu mendapatkan perhatian tersendiri. Manajemen baru harus mencari pelatih yang benar-benar memiliki pengalaman dan jam terbang yang cukup.

Terpisah, Ketua Umum Snex Rendra Kusworo menambahkan, pengurus harus bertindak cepat. Waktu yang tersisa empat bulan tidak bisa membuat pengurus bersantai.

"Sekarang ini tim-tim lain sudah mulai menunjukkan persiapan mereka, kalau PSIS tidak segera melakukan persiapan mimpi untuk promosi akan kembali melayang," katanya.

Dia mengaku, siapapun nantinya yang akan memegang PSIS haruslah orang yang benar-benar siap baik secara organisasi maupun secara finansial."Tim ini butuh orang yang benar-benar mau berkorban, dan orang yang benar-benar mencintai PSIS," imbuhnya






Pengusaha Semarang masih sayang PSIS

Andik Sismanto
Jum'at,  20 September 2013  −  15:59 WIB
Pengusaha Semarang masih sayang PSIS
Plt Walikota Semarang Hendrar Prihadi, bakal mengajak para pengusaha untuk bersama-sama mengelola PSIS Semarang
Sindonews.com  - Perhatian pengusaha-pengusaha Kota Semarang terhadap PSIS Semarang ternyata masih cukup besar. Terbukti, dalam penggalangan dana dari pengusaha-pengusaha di Kota Semarnag yang bertajuk "Audiensi dengan walikota Semarang dalam rangka peningkatan Prestasi PSIS Semarang" di Gedung Muh.Iksan lantai 8 komplek Balikota Semarang, Kamis (19/9) malam, berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp779 juta.

Dalam penggalangan dana yang digagas oleh Plt Walikota Semarang Hendrar Prihadi ini, para pengusaha dan Stakeholder Semarang, memberikan sumbangan, mulai dari Rp1juta dan terbesar mencapai Rp50 juta. Awalnya dana yang terkumpul tidak mencapai Rp 700 juta, namun ketika acara penggalangan hendak ditutup sejumlah pengusaha kembali menambah sumbangannya, hingga mencapai angka Rp779 juta. Dari hasil sumbangan para pengusaha ini, langsung bisa menutup hutang manajemen PSIS sebesar Rp766 juta.

General Manajer PSIS Semarang Ferdinand Hindiarto,  mengaku tidak menyangka bakal mendapatkan sumbangan sebesar itu. Hal ini menurut Dia, menunjukan para pengusaha Kota Semarang masih sangat peduli terhadap masa depan PSIS. "Penggalangan dana ini atas ide dari Plt (Hendrar Prihadi), dan direncakan dalam waktu yang singkat. Saya tidak menyangka yang datang begitu banyak," katanya.

Ferdinand mengatakan, saat ini manajemen hanya tinggal menunggu pencairan dana, dari para pengusaha, untuk kemudian akan digunakan untuk melunasi semua hutang yang masih ditanggung oleh manajemen termasuk membayar kekurangan 50 persen gaji pemain. "Pencairannya kan butuh waktu. Mungkin dalam sepekan ini sudah selesai dan akan langsung kita gunakan untuk melunasi semua hutang dan sisanya bisa digunakan untuk persiapan tim yang akan datang," ujarnya.

PSIS juga masih menyimpan dana di PT Liga Indonesia selaku pengelola kompetisi yakni subsidi yang masih kurang Rp 150 juta. Selain itu ada dana hak siar yang juga belum keluar. Sementara dari investor Setia Bina Nusa (SBN) belum ada kepastian.

Salah satu pengusaha yang hadir dalam acara tersebut Putut Sutopo mengaku, cukup prihatin dengan kondisi PSIS yang mengalami kesulitan finansial. Menurutnya memang tidak mudah untuk mengelola sebuah tim profesional. Mantan General Manajer PSIS musim 2010/2011 inipun menyumbangkan donasinya sebesar Rp50 juta. "Saya tahu bagaimana rasanya menangani klub, dan salah satu kesulitan memang masalah dana," katanya.

Ketua Harian PSIS Simon Legiman, mengaku cukup lega dengan sudah sudah adanya anggaran untuk melunasi hutang-hutang manajemen. Dengan begitu, Kata Dia, pengurus bisa langsung menyiapkan diri untuk memikirkan mempersiapkan mahesa jenar-julukan PSIS- untuk menyambut musim depan.

"Kita akan mulai memikirkan untuk melakukan langkah pembentukan manajemen baru, tetapi tentunya setelah ini semua (masalah PSIS) selesai. Mungkin dalam waktu dekat," katanya.

Sementara itu Plt Walikota Semarang Hendrar Prihadi mengungkapkan, dengan sudah adanya anggaran dari bantuan para pengusaha, persoalan sekarang adalah bagaimana kemudian, bagaimana pengelolaan PSIS ke depan.

Menurut Hendi (sapaan Akrab Hendrar Prihadi) penggalangan dana dari para pengusaha ini adalah tahap awal. Akan ada tahap berikutnya, yang akan dilakukan yakni, bakal mengajak para pengusaha di Kota Semarang untuk membentuk konsorsium yang terdiri dari 10-15 pengusaha. Dana dari para pengusaha ini akan diputar oleh manajemen untuk mengangkat prestasi PSIS ke depan.

Dia merasa yakin dengan pengusaha-pengusaha lokal Semarang punya kemampuan untuk membesarkan nama PSIS. Para pengusaha akan dipersilahkan menjadi investor dan besarnya dana yang masuk akan menentukan jumlah saham yang dimiliki.

"Saya memiliki rencana, akan mengumpukan beberapa pengusaha, mereka akan diminta untuk membeli saham PSIS, dan dari saham itu diputar oleh manajemen untuk menjadi sebuah klub yang tangguh. Dari sini akan ada keuntungan dan tentunya prestasi bagi PSIS," katanya.




Yoyok Sukawi dipersilahkan kembali ke PSIS

Andik Sismanto
Sabtu,  21 September 2013  −  17:55 WIB
Sindonews.com – Jalan Yoyok Sukawi untuk kembali menangani PSIS Semarang nampaknya semakin dekat. Pasalnya Plt Walikota, Semarang Hendrar Prihadi,menyambut baik rencana Yoyok. Plt Walikota tidak hanya menyambut baik, bahkan dirinya menyatakan tidak perlu memberikan rekomendasi, seperti peryataan Yoyok kepada media beberapa waktu lalu.

Hendi sapaan Akrab Hendrar Prihadi, mengatakan, tidak perlu dirinya memberikan rekomendasi, seperti yang diberitakan oleh media selama ini. Menurut Dia, rekomendasi cukup dari pengurus harian PSIS.

Sebagaimana diketahui, Sebelumnya, Yoyok menyatakan siap untuk kembali menangani PSIS Semarang asalkan mendapatkan mandat dari Plt Walikota Semarang Hendrar Prihadi. Tidak hanya ingin kembali mengurusi PSIS, Yoyok bahkan, siap menjadi salah satu Investor untuk PSIS, sehingga PSIS tidak lagi mengalami krisis finansial.

"Saya kenal dekat dengan mas Yoyok, kalau Dia berkenan ya Alhamdulillah. Tidak perlu lah menunggu rekomendasi dari saya, kan saya bukan pengurus, cukup dari pengurus harian saja. Saya ini cukup membantu dari belakang saja," katanya.

Dia berharap siapapun nantinya yang memegang kendali Mahesa Jenar musim depan adalah orang yang benar-benar mencintai PSIS dan mau berkorban untuk kemajuan dan peningkatan prestasi PSIS.

Menurut Hendi, yang saat ini harus segera dilakukan PSIS adalah segera mengisi kekosongan kursi ketua umum PSIS terlebih dahulu. Ketua umum PSIS sampai saat ini masih dipegang oleh mantan Walikota Semarang Soemarmo. Akan tetapi, Soemarmo, tidak lagi bisa aktif karena terjerat kasus korupsi yang memaksanya mendekam di LP Cipinang.

Dengan sudah adanya ketua umum, maka organisasi PSIS akan mampu berjalan dengan baik, dan segera melakukan koordinasi untuk membentuk manajemen dan membentuk tim yang kuat untuk mengarungi kompetisi Divisi Utama Liga Indonesia musim depan.

Mengenai dirinya yang dicalonkan sebagai ketua umum yang baru, Hendi menyarankan untuk segera mencari orang saja yang lebih mampu mengorganisir PSIS. Menurutnya, kesibukaanya menjadi di pemerintahan tidak bisa ditinggalkan. "Kalau saya jangan, saya hanya bisa membantu dari belakang," tandasnya.



Simon Legiman : Plt yang paling pas jadi Ketua Umum PSIS


Sejak Agustus 2012 lalu PSIS Semarang seperti anak ayam ditinggal induknya. Bagaimana tidak, sejak saat itu PSIS tidak memiliki ketua umum, karena Soemarmo yang saat itu masih menjabat sebagai Walikota Semarang, tersangkut kasus korupsi yang memaksanya mendekam di LP Cipinang.

Jabatan Soemarmo sendiri, baru akan berakhir 2014 mendatang, dan itu waktu yang masih cukup lama. Dengan kosongnya jabatan ketua umum, selama rentang waktu sampai sebelum berakhirnya tugas Soemarmo, harus ada yang mengisi, supaya jalan PSIS untuk menuju Indonesia Super Leage semakin matap, tidak seperti kompetisi musim lalu.

Terlebih saat ini PSIS harus segera membentuk manajemen dan tim baru untuk persiapan mengikuti kompetisi musim depan, sehingga mau tidak mau pengisian kursi ketua umum menjadi prioriotas, sebelum pembentukan manajemen.

Lantas siapa sosok ketua umum PSIS yang cocok? Ketua Harian PSIS Semarang Simon Legiman memiliki jawabannya. Menurut Simon, sosok ketua umum yang paling cocok adalah Plt Walikota Semarang Hendrar Prihadi. Namun, nampaknya tidak akan mudah, bagi pengurus untuk meminta Hendi  (sapaan akrab Hendrar Prihadi) untuk menduduki jabatan ketua umum PSIS. Pasalnya, Hendi sendiri sudah menyatakan ke pada media, tidak akan maju sebagai ketua umum PSIS.

Keinginan Simon Legiman, tersebut bukan tanpa alasan, pasalnya selama ini Hendi sangat membantu PSIS Semarang, mulai sejak pembentukan tim, sampai menjadi mediator untuk investor dari PT Setia Binanusa. Tidak hanya itu, Hendi bahkan membatu PSIS ketika mengalami kesulitan anggaran dengan mengumpulkan pengusaha-pengusaha, untuk membantu PSIS Semarang.

"Plt (Hendrar Prihadi) adalah sosok yang paling pas untuk menjadi ketua umum. Malam amal beberapa waktu lalu menjadi buktinya. Kalau bukan Pak Hendi, tidak akan mungkin bisa mengumpulkan begitu banyak pengusaha dan menggalang dana yang bisa melunasi hutang-hutang PSIS," katanya.

Disisi lain, kata Simon, diakui atau tidak figur seorang kepala daerah sangat dibutuhkan bagi sebuah klub meskipun klub sudah tidak mengandalkan pendanaan dari APBD. "Hampir semua klub di Indonesia ketua umumnya adalah Walikota, atau Bupati, karena memang klub membutuhkan figur seorang kepala daerah," tandasnya.

Dengan keterbatasan ketua umum yang sekarang (Seomarmo-Red), yang tidak bisa melaksanakan tugasnya dengan sempurna, Simon mengakui memang butuh ketua umum yang baru, demi mengangkat prestasi PSIS Semarang di kancah persepakbolaan Indonesia.

Oleh sebab itu kata Simon, dirinya akan mengumpulkan klub-klub anggota PSIS yang terdiri dari 25 klub, untuk bermusyawarah dan koordinasi mengenai kekosongan kursi ketua umum. Dari musyawarah tersebut akan muncul satu suara dari klub-klub, siapa yang paling patut dan pantas menjadi ketua umum. "Kalau dari 25 klub ingin Plt yang menjadi ketua umum kita akan memohon dengan segala hormat supaya Pak Hendi berkenan," katanya.

Sementara itu, sebelumnya Hendi memang menyarankan kepada pengurus harian, sebelum membentuk tim dan manajamen, pengurus lebih dahulu untuk mencari solusi mengatasi kosongnya kursi ketua umum. Akan tetapi disisi lain, Hendi dengan tegas menyatakan tidak bersedia jika dicalonkan sebagai ketua umum. "Jangan saya (menjadi ketua umum), saya cukup membantu dari belakang saja," kata Hendi beberapa waktu lalu.

Selasa, 17 September 2013

PSIS Semarang Road to Champion 1998/1999



Ligina Indonesia musim 1998/1999 adalah Liga Indonesia yang kelima kalinya di gelar di Tanah Air ini. Juara Liga Indonesia musim pertama atau 1994/1995 yaitu Persib Bandung, setahun berikutnya Mastrans Bandung Raya, selanjutnya Persebaya. Namun di musim Ligina ke IV, terpaksa dihentikan oleh pihak keamanan, karena kekacauan Indonesia pada saat itu.

Kompetisi kasta tertinggi saat itu, membagi setiap tim ke dalam 5 grup. Tidak seperti sebelumnya yang hanya 3 grup. Membagi grup lebih banyak, dikarenakan saat itu PSSI tidak memiliki sponsor untuk memutar roda kompetisi. Namun karena semua elemen sepakbola Nasional saat itu berkehendak untuk menyelesaikan kompetisi, maka PSSI tetap menjalankan kompetisi.

Oh iya, di klasemen akhir Kompetisi Liga Indonesia ke IV / musim 1997-1998, PSIS berada di peringkat 6 wilayah tengah. Namun, itu tidak akan di bahas malam ini, karena kali ini kita hanya akan bernostalgia tentang musim 1998/1999.

Di musim 1998/1999, PSIS Semarang tergabung di grup D bersama Persebaya Surabaya, Barito Putra, Persema Malang, dan Gelora Dewata. Grup A Terdiri dari: PSMS Medan, Semen Padang, PSDS Deli Serdang, Medan Jaya, PSP Padang, dan Persiraja Kutaraja Banda Aceh. Grup B terdiri dari: PSBL Bandar Lampung, Persija Pusat, Persib Bandung, Petrokimia Putra Gresik, dan Persita Tangerang. Grup C terdiri dari: Persikabo Bogor, Persikota Tangerang, Pelita Bakrie Jakarta, Persikab Kab Bandung, Arema Malang, dan PSIM Jogyakarta. Grup E atau wilayah Timur: Pupuk Kaltim Bontang, PSM Makassar, Persma Manado, Putra Samarinda, Persiba Balikpapan, Persipura Jayapura.

Pada laga perdana yang di gelar 1 November 1998, PSIS Semarang harus bermain imbang 1-1 melawan Gelora Dewata di Bali sana. Selanjutnya, seminggu berselang PSIS harus bertemu musuh bebuyutannya yaitu Persebaya Surabaya di Semarang. Mahesa Jenar saat itu di tahan imbang tanpa gol oleh Bajul Ijo di Stadion Jatidiri Semarang. Di pertandingan ketiga, melawan Barito Putra. PSIS takluk di Banjarmasin dengan skor 1-0. Kekalahan tersebut membuat PSIS di dasar klasemen sementara. Namun di akhir putaran pertama, Anak asuhan Edy Paryono bangkit dan berhasil mengalahkan Persema Malang dengan skor 3-0.

Putaran pertama, Mahesa Jenar berhasil mengumpulkan 5 poin. Hasil sekali menang, dua kali imbang, dan sekali kalah. PSIS dan Gelora Dewata sama mendapatkan 5 poin,di bawah Persebaya yg mengoleksi 7 poin, dan Barito 6 poin. Diatas Persema 4 poin.

Berlanjut ke putaran kedua, PSIS Semarang yg menjamu Gelora Dewata sukses meraih poin penuh, setelah unggul 2-0. Namun, setelah menang 2-0, seminggu berikutnya PSIS dikalahkan Persebaya 2-0 di Surabaya pada 13 Desember 1998. Setelah ditaklukkan Aji Santoso dkk, PSIS Semarang kembali bangkit dan unggul 2-0 atas Barito di kandang sendiri. Namun di laga terakhir putaran kedua, Ali Sunan dkk takluk dari tuan rumah Persema Malang dengan skor 3-2.

Kekalahan di akhir babak penyisihan tetap membuat PSIS Semarang lolos dengan status runner up di bawah Persebaya Surabaya. PSIS Semarang dan Persebaya menjadi wakil Grup D di babak 10 Besar, yang akan berjumpa dengan wakil dari grup A, B, C, dan E.

Grup A yang lolos PSMS Medan dan Semen Padang. Grup B: Persija Pusat dan Petrokimia Putra. Grup C diwakili oleh Persikota Tangerang dan Pelita Bakrie. Sementara dari wilayah Timur yg lolos yaitu: Pupuk Kaltim dan PSM.

Babak 10 Besar di bagi lagi menjadi 2 grup, untuk mencari 2 tim dari masing" grup yg akan bertemu di semifinal. Babak 10 Besar Liga Indonesia V musim 1998/1999 berlangsung di Stadion Utama Senayan (Sekarang SUGBK).

Dalam pembagian grup, lagi lagi PSIS harus berjumpa dengan Persebaya Surabaya yang di penyisihan grup sudah bertemu. Selain Persebaya, di grup P terdapat juga Semen Padang, Persikota Tangerang, dan Petrokimia Putra. Di grup yang lainnya ada Persija Pusat, Pelita Bakrie, Pupuk Kaltim, PSM Makassar, dan PSMS Medan.

PSIS Semarang di awal babak 10 besar ini sukses menaklukkan Persikota Tangerang dengan skor 2-1. 2 hari berselang, giliran Petrokimia Putra di libas dengan skor 2-0. Di laga ketiga babak 10 besar, Anak asuhan Edy Paryono ditahan imbang Semen Padang yang di motori oleh Kusdiyanto dan Buyung Ismu. Pada pertandingan terakhir babak 10 besar, PSIS Semarang kembali di bantai oleh Persebaya dengan skor telak 3-0. Namun kekalahan tersebut tetap membuat PSIS Semarang lolos ke semifinal mendampingi Persebaya untuk berhadapan dengan juara grup lainnya.

Di grup lain, Persija Pusat menjadi juara grup sehingga bertemu PSIS. Sedangkan PSMS yg menjadi Runner up harus bertemu Persebaya. Di babak semifinal, PSIS Semarang harus bertemu dengan Persija Pusat yang didukung suporter fanatiknya di Jakarta.

Namun, PSIS Semarang berhasil mengatasi perlawanan tuan rumah Persija lewat gol tunggal Ebanda Timothy. Gol tunggal Ebanda mengantarkan Mahesa Jenar ke babak final Liga Indonesia. Kemenangan PSIS Semarang juga sedikit mengobati kekecewaan pendukung PSIS kala itu. Di babak 10 besar hingga semifinal, sering terjadi kerusuhan antar suporter. Puncaknya, di Jakarta kita mengetahui tragedi Lenteng Agung yang menewaskan suporter dari PSIS kala itu akibat tersambar listrik.

Kompetisi kala itu yang hanya kurang partai final pun tidak mendapatkan izin dari pemerintah daerah DKI. Hingga akhirnya laga final dapat di helat di Manado dengan persetujuan banyak pihak. PSIS Semarang yang harus kembali berjumpa dengan Persebaya saat itu diremehkan tidak akan menang.

Laga final Liga Indonesia 1998/1999 di gelar tanggal 9 April 1999 di Stadion Klabat Manado, di pimpin oleh wasit DJajat Sudrajat. Anak anak asuhan Edy Paryono di tekan oleh Persebaya di hampir seluruh menit. Beruntung I Komang Putra saat itu tampil sigap. Juga lini pertahanan yang di galang Wasis Purwoko, Simon Atangana, dan Bonggo Pribadi tampil lugas menghalau serangan Musa Kallon dkk. Reinald Pieters (striker Persebaya) di buat tak berkutik oleh lini belakang Mahesa Jenar yang di galang Bonggo Pribadi, hingga akhirnya digantikan Putut Wijanarko. Sektor sayap, PSIS Semarang M Sholeh dan Agung Setyabudi berduel dengan Aji Santoso dan Anang Ma'ruf dari Persebaya. Lini tengah PSIS yang di isi Kapten Ali Sunan, Ebanda, Imran Amirullah juga bermain baik menghadapi Uston Nawawi dkk. Lini depan PSIS di isi Tugiyo dan juga Ally Shaha Ali hanya terkadang merepotkan Sugiantoro, Joseph Lewono, dan Khairil Anwar.

Laga Final PSIS Semarang berlangsung alot dan sengit. Sampai di menit 85 belum terjadi gol untuk kedua kesebelasan. Hingga akhirnya di menit 89, Tugiyo "Maradona Purwodadi" berhasil mencetak gol emas yang membawa PSIS Semarang menjuarai Ligina ke V. Gol emas Tugiyo yang bertahan hingga waktu normal usai, membuat para pendukung setia PSIS di Semarang langsung menggelar konvoi.


Kemenangan PSIS Semarang menjungkalkan prediksi para pengamat sepakbola di kala itu. Karena memang dalam 3 pertemuan melawan Persebaya sebelum final, PSIS tak sekalipun meraih kemenengan. Kedatangan Edy Paryono dan anak asuhnya di sambut bak pahlawan di Bandara Ahmad Yani Semarang. Ribuan warga turut serta mengarak Pahlawan Kota Semarang mengelilingi kota.


Demikianlah malam nostalgia kali ini, semoga PSIS Semarang dapat kembali berprestasi!

Rangkaian Prestasi PSIS Menuju Juara



Dalam sejarah sepak bola Indonesia, perserikatannya kota Semarang ini memang tidak begitu dominan prestasinya sebagaimana tim-tim lainnya, dalam arti hanya sesekali meraih prestasi. Namun, berdasarkan pengamatan NMR, PSIS selalu berprestasi mendadak, meski bukan juga sebagai kejutan. Semua telah dirangkai dengan baik. Sayang, rangkaian itu hanya sesekali: timbul dan tenggelam kembali.
Formasi PSIS ketika grandfinal Perserikatan 1987. (Koleksi Foto Surajab/BolaMania)
Dalam era Perserikatan, prestasi terbaik PSIS dari dua generasi, yaitu pada 1959 dan 1987. Sepanjang keikutsertaannya di “Divisi Utama” Perserikatan 1951, 1952, 1954, dan 1957, PSIS baru tampil dalam kompetisi tingkat nasional pada Kejurnas PSSI 1959. Kecuali pada 1952, PSIS sering kali kalah bersaing dengan Persis Solo di babak-babak awal. Pada Kejurnas PSSI 1952 tingkat Interrayon itulah, PSIS (juara Rayon IV) kalah bersaing dengan Persija Jakarta (juara Rayon II) dan Persib Bandung (juara Rayon III).
Sebelum Kejurnas PSSI 1959 tingkat nasional, sebagaimana biasa, PSIS harus berjuang lebih dahulu dari bawah. Singkat cerita, PSIS berhasil menjadi juara Zone C. Lalu, di Interzone ABC, PSIS berhasil menjadi juara setelah menyisihkan PSS Siantar (juara Zone A) dan PSIT Cirebon (juara Zone B). Sebagai juara Interzone ABC, PSIS pun lolos ke babak play off yang akan bergabung dengan Persibal Bali (juara Interzone DEF), Persebaya Surabaya (peringkat ke-6 Kejurnas PSSI 1957), dan Persema Malang (peringkat ke-7 Kejurnas PSSI 1957).
Singkat cerita lagi, PSIS berhasil menjadi juara babak play off. Bersama Persebaya (runner-up babak play off), PSIS berhak bertanding di Kejurnas PSSI 1959 tingkat nasional bersama peringkat “5 Besar” Kejurnas PSSI 1957 (PSM Makassar, PSMS Medan, Persib, Persija, dan PSP Padang). Sistem kompetisi tersebut sesuai dengan keputusan Kongres PSSI tahun 1957 di Padang.
Lagi-lagi singkat cerita, dalam perjalanannya di Kejurnas PSSI 1959, PSIS yang baru pertama kali lolos ke kompetisi tingkat nasional tertahan di peringkat ke-3. Bagi PSIS, prestasi ini merupakan prestasi terbaik dalam keikutsertaannya di Kejurnas PSSI.
Perserikatan 1987
Tahukah anda bahwa gelar juara Perserikatan 1987 merupakan salah satu rangkaian dari tahun 1981? Ya, pada 1981, PSSI menyelenggarakan “Invitasi Perserikatan U-23”. Singkat cerita, tim yang bermaterikan antara lain Budi Wahyono dan Surajab itu berhasil menjadi juara setelah di babak final yang digelar di Stadion Diponegoro, Semarang, mengalahkan Persipal Palu 3-1. Inilah gelar pertama bagi PSIS.
Lalu, Divisi I Perserikatan 1983 pun digelar. Gelar juara masih direbut PSIS setelah di babak final yang digelar di Stadion Diponegoro, Semarang, mengalahkan Persema Malang 2-1. PSIS pun promosi ke Divisi Utama Perserikatan 1983 bersama Persema, Persib, dan PSP. Ini merupakan gelar kedua bagi PSIS.
Sayang, debutnya di divisi utama Perserikatan justru terpuruk. PSIS menempati peringkat juru kunci wilayah timur. Beruntung PSIS tidak dikenai degradasi karena dalam Divisi Utama Perserikatan 1985, jumlah peserta mengalami peningkatan dari sepuluh menjadi 12 tim.
Singkat cerita, lagi-lagi singkat cerita, setelah melewati Divisi Utama Perserikatan 1986, PSIS pun mengikuti Divisi Utama Perserikatan 1986/1987. Sampailah pada pencapaian gelar juara Divisi Utama Perserikatan 1986/1987. Dalam babak final yang digelar di Stadion Utama, Senayan, Jakarta, PSIS mengalahkan Persebaya 1-0 melalui sundulan kepala Syaiful Amri. Pada kompetisi periode ini pula PSIS dianugerahi sebagai tim terbaik. Ini merupakan gelar ketiga bagi PSIS.
Sebagai juara Divisi Utama Perserikatan 1987, PSIS pun dikirim ke Piala Sultan Hassanal Bolkiah 1987 di Brunei Darussalam. Prestasinya pun cukup membanggakan: runner-up setelah dikalahkan Malaysia 1-4.
Inilah prestasi-prestasi yang telah dirangkai sebelumnya. Sayang, sekali lagi, perjalanannya seolah timbul tenggelam…
http://novanmediaresearch.wordpress.com/2010/04/07/rangkaian-prestasi-psis-menuju-juara/

Sejarah PSIS Semarang

 

Lambang PSIS Semarang pertama kali.




Persatuan Sepak Bola Indonesia Semarang atau PSIS Semarang adalah klub sepak bola yang bermarkas di kota Semarang, Indonesia dengan markas Stadion Jatidiri Semarang. Julukan klub ini adalah "Laskar Mahesa Jenar". PSIS Semarang adalah klub pertama di Liga Indonesia yang pernah menjadi juara Divisi Utama (1999) dan kemudian terdegradasi ke divisi I pada musim berikutnya (2000). PSIS kemudian berhasil menjuarai kompetisi Divisi I nasional (2001), dan berhak berlaga kembali di kompetisi Divisi Utama Liga Indonesia. PSIS Semarang juga tercatat sebagai klub ketiga yang pernah menjuarai Liga Perserikatan dan Divisi Utama Liga Indonesia, setelah Persib Bandung dan Persebaya Surabaya.
Sejarah tim sepak bola kota Semarang telah berlangsung sejak lama ketika kota ini masih berada di bawah kekuasaan pemerintah kolonial. Yang pertama tercatat adalah team sepak bola UNION yang berdiri tanggal 2 Juli 1911. UNION sendiri hanyalah sebutan bagi tim dengan nama Tionghoa Hoa Yoe Hwee Koan. Tim ini mendapatkan hak rechspersoon tahun 1917 dari pemerintah kolonial.
Selanjutnya ada pula tim bernama Comite Kampioens-wedstrijden Tionghoa (CKTH) dengan gedung olahraga di wilayah Seteran. Pada tahun 1926 tim ini berubah nama menjadi Hwa Nan Voetbalbond (HNV). Tercatat klub Hwa Nan ini bahkan telah melakukan pertandingan eksibisi dengan klub luar negeri asal Taiwan, Loh Hua Team Voetbalbond.
Di kalangan pendukung pribumi, perkumpulan yang menonjol adalah Tots Ons Doel (TOD) yang didirikan pada 23 Mei 1928, bermarkas di Tanggul Kalibuntang (sekarang Jl. Dr. Cipto). Dalam perjalanannya Tots Ons Doel berganti nama menjadi PS. Sport Stal Spieren (SSS). PS SSS inilah yang kemudian menjadi cikal bakal PSIS Semarang. Pada tahun 1930 team ini berganti nama menjadi Voetbalbond Indonesia Semarang (VIS) yang berlatih di lapangan Karimata Timur.
Setelah PSSI lahir pada 19 April 1930, Voetbalbond Indonesia Semarang berganti nama penjadi Persatuan Sepak bola Indonesia Semarang (PSIS) yang beranggotakan klub sepak bola Romeo, PSKM, REA, MAS, PKVI, Naga, RIM, RDS dan SSS sendiri. Adapun nama klub SSS kemudian berganti menjadi berbahasa Indonesia, Sport Supaya Sehat, sampai sekarang.


Senin, 16 September 2013

Liga Indonesia musim 1998/1999

Liga Indonesia 1998-99 adalah musim pertama Liga Indonesia setelah kerusuhan Mei 1998 yang sebelumnya berakibat gagalnya Liga Indonesia 1997-98. Musim 1997-98 terpaksa dihentikan lantaran kerusuhan di seantero negeri. Maka Liga Indonesia 1998-99 dan finalnya pun memiliki cerita tersendiri. Ingin tahu?

Setelah Liga Indonesia musim kompetisi 1997-98 gagal selesai, ternyata muncul ancaman bahwa Liga Indonesia 1998-99 akan gagal diadakan. Hal itu dikarenakan PSSI kesulitan mencari sponsor untuk mendanai Liga Indonesia 1998-99. Selain itu, pengelola tim-tim peserta liga berharap PSSI dapat menjamin bahwa musim kompetisi 1998-99 dapat berjalan lancar sampai selesai.

Ini adalah hal yang lumrah, mengingat klub-klub peserta LI 1997-98 mengalami kerugian besar akibat tidak selesainya kompetisi. Lebih jauh, agenda politik yang padat (Sidang Umum MPR pada November 1998 dan Pemilu 1999) menimbulkan kekhawatiran akan timbulnya kerusuhan lebih lanjut yang dapat sekali lagi menggagalkan selesainya kompetisi.

Di tengah peliknya situasi yang harus dihadapi PSSI, Azwar Anas yang menjabat ketua umum justru mengundurkan diri lantaran skandal gol bunuh diri Mursyid Effendi pada Piala Tiger (sekarang Piala AFF) 1998. Agum Gumelar secara aklamasi akhirnya didaulat menjadi ketua umum yang baru. Agum pun dihadapkan dengan tugas berat untuk menjalankan dan menyelesaikan Liga Indonesia 1998-99.

    “Timnas yang tangguh hanya lahir dari kompetisi yang tangguh. Jadi, bagaimana pun caranya kompetisi harus jalan,” kata Agum ketika itu.

Meskipun PSSI belum berhasil menggaet sponsor utama LI 1998-99, Agum bersikeras agar liga tetap berjalan. “Timnas yang tangguh hanya lahir dari kompetisi yang tangguh. Jadi, bagaimana pun caranya kompetisi harus jalan,” kata Agum ketika itu. Memang pada akhirnya Liga Indonesia 1998-99 berjalan tanpa sponsor utama, tetapi PSSI tetap memberikan subsidi sebesar 100 juta rupiah per klub per musim, yang berasal dari sumber dana yang tidak disebutkan pada saat itu.

Setelah Menhankam Wiranto berjanji akan melancarkan penyelenggaraan kompetisi, akhirnya Liga Indonesia V/1998-99 digulirkan pada tanggal 1 November 1998 di Stadion Gelora 10 Nopember Surabaya. Pada sambutan untuk membuka LI V/1998-99 secara resmi, Agum mengatakan, “Dalam situasi prihatin bangsa sekarang ini, marilah kita jadikan kompetisi sepak bola sebagai momentum kebangkitan”. Pada laga pembuka LI 1998-99 di tempat tersebut, tuan rumah Persebaya Surabaya berhasil mengalahkan Barito Putra dengan skor 2-0.

Akan tetapi, meskipun liga sudah dapat bergulir, masalah belum selesai. Pascakerusuhan Mei 1998, fenomena ‘bonek’ (lebih tepatnya hooliganisme) mulai menyebar ke seluruh negeri. Kini bukan hanya para bonek (pendukung Persebaya) yang sering berulah di dalam dan luar lapangan, tetapi juga hampir setiap kelompok suporter klub Liga Indonesia lainnya.

Para suporter tersebut acapkali merusak stadion ataupun fasilitas publik lainnya yang berada di sekitar area stadion. Pihak keamanan pun kerap dibuat tak berdaya menghadapi amukan suporter yang jumlahnya mencapai ribuan.  Puncaknya, di Jakarta, delapan pendukung PSIS Semarang tewas di Lenteng Agung akibat tersambar listrik, dan satu lainnya tewas di Jatinegara.

Sepanjang babak 10 Besar dan semifinal memang terjadi banyak kerusuhan yang ditimbulkan suporter yang membuat aparat keamanan kewalahan. Mereka banyak merusak fasilitas umum di Jakarta selama babak 10 Besar dan semifinal, serta tak jarang memeras bahkan melukai warga sekitar yang mereka jumpai.

Final Hercules

Sebagai buntut dari kerusuhan yang merajalela di Jakarta sepanjang babak 10 Besar dan semifinal, Mayjen (Pol) Noegroho Djajoesman selaku Kapolda Metro Jaya pada saat itu akhirnya menolak memberi izin penyelenggaraan laga final Liga Indonesia 1998-99 yang sedianya dilaksanakan di Stadion Utama Senayan, Jakarta. Padahal, Liga Indonesia 1998-99 tinggal menyisakan satu laga, yakni laga final yang akan mempertandingkan Persebaya Surabaya dan PSIS Semarang.

Dengan tingginya potensi kerusuhan pada final nanti, dan fakta bahwa kedua klub finalis berbasis di pulau Jawa, PSSI hanya punya satu pilihan: Laga final harus digelar di luar pulau Jawa! Untuk itu, Agum menelepon Erenst Mangindaan, yang saat itu menjabat gubernur Sulawesi Utara, untuk bernegosiasi agar laga final dapat dihelat di Stadion Klabat, Manado. Mangindaan pun menyanggupinya, dan akhirnya laga final dapat dilaksanakan.

Walaupun demikian, masih ada satu masalah yang harus dihadapi menjelang laga final: keterbatasan waktu. Setelah laga semifinal selesai tanggal 1 April 1999 dan polemik izin laga final, waktu yang tersisa tidak banyak, karena laga final akan digelar pada tanggal 9 April 1999, sedangkan para perangkat pertandingan masih berada di Jawa.

Dalam situasi mendesak, akhirnya alternatif terakhir pun diambil. Sebuah pesawat Hercules, yang biasanya digunakan untuk mengangkut dan menerjunkan personil militer atau bantuan untuk korban bencana alam, digunakan untuk menjemput pemain, pelatih dan ofisial PSIS maupun Persebaya, serta seluruh perangkat pertandingan final. Kemudian pesawat tersebut diterbangkan ke Manado, tempat laga final diadakan.

Mungkin dapat terbayangkan betapa tidak nyamannya mereka dalam pesawat tersebut, mengingat pesawat angkut tersebut tidak memiliki fasilitas seperti pesawat penumpang komersial. Akan tetapi tidak ada pilihan lain, karena sejak awal seluruh tim peserta dan perangkat penyelenggara liga bertekad the show must go on, Liga Indonesia 1998-99 harus bergulir sampai selesai, apa pun yang terjadi.

Pada 9 April 1999, final Liga Indonesia 1998-99 akhirnya digelar. PSIS Semarang yang dianggap underdog menghadapi Persebaya Surabaya yang sejak awal kompetisi merupakan salah satu favorit juara. Meskipun final diadakan di luar pulau Jawa, jauh dari basis pendukung kedua kubu dan diadakan secara ‘darurat’, laga ini dipadati oleh 30.000 orang yang datang ke Klabat hari itu.

Laga final tersebut berlangsung sangat alot, dan sampai menit ke-85 belum juga ada gol tercipta. Sampai pada akhirnya, pada menit 89, Tugiyo, yang berjuluk “Maradona dari Purwodadi” berhasil mencetak gol untuk PSIS Semarang, 1-0. Skor ini bertahan hingga peluit panjang dibunyikan, dan tim asuhan Edy Paryono ini akhirnya berhasil menjungkalkan prediksi para pengamat dan menjadi juara Liga Indonesia 1998-99.

Final akhirnya selesai, dan para pemain, pelatih dan ofisial kedua kubu serta perangkat pertandingan diterbangkan kembali ke pulau Jawa, lagi-lagi dengan pesawat Hercules. Dalam penerbangannya, pesawat ini mendarat sebentar di Surabaya, menurunkan para pemain, pelatih dan ofisial Persebaya Surabaya yang harus puas menjadi runner-up.

Kemudian, sebelum pesawat Hercules ini kembali ke Jakarta, ia berhenti sekali lagi di Semarang, menurunkan para pemain, pelatih dan ofisial PSIS Semarang selaku para juara yang kedatangannya sudah dinanti-nanti para pendukungnya di Bandara Ahmad Yani, Semarang. Mereka pun diarak keliling kota beserta piala yang baru saja mereka raih.

Demikianlah cerita tentang Liga Indonesia 1998-99, sebuah musim kompetisi yang pada awalnya diragukan dapat berjalan, namun dengan tekad yang kuat demi menyelamatkan sepakbola Indonesia, akhirnya dapat berjalan sampai selesai meskipun permasalahan selalu menerpa sejak sebelum dimulai hingga menjelang final. PSSI berjuang keras agar Liga Indonesia 1998-99 dapat bergulir meskipun tanpa sponsor dan tanpa izin keamanan laga final di Senayan. Semoga semangat ini muncul kembali saat ini, di tengah kisruhnya PSSI, sehingga sepakbola Indonesia yang tengah kacau ini bisa bangkit kembali